saya kelelahan, dan memutuskan untuk menunggu damri dari sana. saya terduduk, sambil mendengarkan waterbabaies under the three dari mardothilah kawan saya. saat memalingkan wajah saya menyadari bahwa ada seorang anak yang tertidur disebelah saya. di trotoar. yaa, memang saya blegug pisan,,anak sebesar guling saya g sadar,,blegug,,
but that wasn the point
saya mengamati nya. Ia tertidur cukup pulas,,terlihat kelelahan,,saya mengecilkan volume mp3 sehingga Ia tak terbangun. tapi gerak geriknya menunjukkan tanda tanda hendak bangun. dia Ia terduduk. mengucek matanya sesaat. dan menengadah, melihat kearah saya. saya tersenyum. reaksi pertama yang bisa saya usahakan. jujur saya tidak mengharapkan interaksi apapun, saya takut menangis.
tapi saya tegarkan hati. teringat akan tella tella yang ada di tas, saya pun merogoh dan memberikannya kepada Ia. Ia berucap "terimakasih"
saya melihat kedepan, kearah mesjid,,Ia merogoh kedalam bungkusan tella tella, namun hanya mengambil satu dan menutupnya kembali. saya kembali menoleh
"kenapa gak kamu habisin aja? kamu gak laper?"
“iya,,,”
“adeknya masi kecil2 ya,,?” (sungguh pertanyaan budugh,,tapi saya berusaha tak menangis disini)
“iya,,”
“kamu ngapain malem malem disini?
“ngamen mbak”
“ngamennya pulang sekolah,,?”
“iya,,dari jam tiga “
Dan saya pun mulai mbrambang..air mata saya sudah tak tertahankan,,saya memalingkan wajah kembali,,kearah mesjid,,
Silent..untuk beberapa saat,namun kemudian dipecahkan oleh Ia
“mbak,,ini jam berapa ya,,?”
Merogoh kedalam tas dan melihat jam “ jam tujuh, kamu rumahnya dimana,,?
“di citarum,,saya naik bus yang ini mbak,,” tersenyum simpul dan beranjak, melipat topinya dan mengejar bus.
Saya hanya terdiam. Dan berfikri. Sedari jam 3 sore sampai jam 7 petang,,dia beranjak dari masa kecilnya dan menapaki kewajiban. Kewajiban yang bukan proporsi seorang anak untuk dipikul. Tapi toh dilakukan dengan riang hati. Mungkin memang tidak riang gembira seperti layaknya bernyanyi dan berdansa dengan alunan musik disko. Tapi paling tidak, Ia cukup IKLAS untuk merelakan masa kanak kanaknya. Dan bekerja.
Rasa sayangnya akan adik adiknya pun tidak patut lagi dipertanyakan. Rasa kasihnya pada orang tuanya pun tidak layak disanggah. Ia tulus. Ia rela.
Dan berkaca pada diri. Yang terus mengeluhkan kelelahan fisik dan batin menghadapi hidup yang rupanya masih lebih banyak cotton candy and lollypop dari pada
1 komentar:
Dhika sebenarnya tidak 'blegug' seperti yang dia bilang sendiri. mari kita lihat.. Hanya orang yang punya perasaan haluslah yang mau (sudi) nanya-nanya orang yang mayoritas kita sepelekan, seorang pengamen, orang kecil, gelandangan (atau apa lagi kebanyakan dari kita menyebutnya)..
Mungkin bagi kita (at least saya) cuek aja dan cuh saat melihat ada orang 'seperti itu' disamping kita... Masih banyak orang seperti yang Dhika lihat waktu itu.. Apakah kita akan tetap bersikap seperti kemarin ?
Posting Komentar