Sabtu, September 16, 2006

lelaki penggantung menderita psikopatologis

Masih ingat ama lagunya nicole kidman yang come what may. “i will love you until my dying day”

Saya sangad dibingungkan oleh keskeptisan saya terhadap kata-kata itu. Terlepas dari keluarbiasaan akting janda criuse ini. Tapi terlebih karena toeri Dollard & Miller tentang Belajar. Manusia perilakunya dipelajari. Manusia mendapatkan pengalaman dalam bertindak sesuai pengalamannya. Begitu juga teori-teori belajar thorndike dan Pavlov (the great classical conditioning, dimana dia membuktikan bahwa perilaku manusia dapat dipelajari dengan penggambarannya dengan seekor anjding).

Konteksnya disini masih soal cinta-cintaan. Apakah seorang dapat terus mencinta? Walaupun sudah disakiti diperbodohi diperlakukan tidak mbejaji. Apakah mau? Apakah memang sebodoh itu? Iyakah?

Yang saya cobai disini adalah, teori pembelajaran adalah teori yang sangad umum dan sudah ada dimasyarakat tanpa atau dengan sadar bahwa teori itu dikemukakan oleh beberapa tokoh tokoh pembesar psikologi. Dan apakan teori belajar itu sama sekali tidak pernah terlintas dalam pemikiran saat seseorang berada dalam keadaan deeply in love? Saat ia sudah disakiti sedemikian rupa dan masih menolak untuk membelajari dirinya dengan ilmu ilmu tangkas penampik lelaki ataupun wanita buaya.

Siang tadi di kantin saya mendengarkan dengan samar-samar curhatan seorang sahabat. Dia adalah wanita cerdas keibuan cantik dan tidak diragukan lagi idaman banyak lelaki mapan. Namun, dia rela menyiksakan hati dan dirinya demi seorang lelaki yang tidak jelas juntrungnya. Belum lulus kuliah. Dan yang paling parah. Memposisikan teman saya dalam keadaan menggantung. Secara logika, digantung menyebabkan sesak napas dan kemudian kematian. Memang digantung dalam konteks ini tidak sama dengan yang saya utarakan sebelumnya. Tetapi tetap saja, hati sesak, napas terengah engah setiap kali memikirkan lelaki itu, keringat dingin mengucur tiap kali ada wanita lain yang mendekati dan menyadari bahwa dia tidak memiliki posisi untuk menyalak wanita lain itu. Karena dia bukan siapa- siapanya. Bukan pacar, tunagan, istri. Hell, TTM aja bukan. Hanya seorang wanita yang berada dalam keadaan pending. Digantung.

Tadi itu, teman saya bimbang, dia lagi ditaksir sama lelaki lain yang sepertinya lebih jelas memposisikan dirinya. Dalam hati. Bukan tergantung di suatu persimpangan jalan entah dinegara ketiga bagian mana. Dan lagi, he loves her. Masalah bagi sebagian wanita yang tergantung dan rela menggantung dirinya adalah, tidak adanya rasa empatetik pada sesama jenis yang jelas jelas bonafid seperti ini. Bukan Cuma bimbang dan g yakin dan takut dan lain lain lain lain lainnya. Tapi juga adanya perasaan pengharapan. Denial. Bentuk defence mechanism terburuk menurut saya. Freud selalu bilang manusia sangad dan selalu terpengaruh oleh libido yang menurut saya bisa dianalogikan dengan “CINTA”. Dan saya benci mengakui bahwa freud itu benar. Paling gak dalam hal ini. Kembali lagi ke masalah wanita terpuji tadi, dia g pengen sadar karena dia “CINTA” sama lelaki penggantung kurang ajar itu. Saya bingung dan jengkel, kenapa wanita saat dalam keadaan “cinta” selalu sulit dalam mempelajari segala sesuatunya. Belajar bahwa lelaki itu pembohong, kurang ajar, ego sentris, bulukan, napsuan dan tukang ngibul terdasyat sepanjang alam semesta indah asri ini????bahwa dia semestinya sadar dan berpaling dari keadaan yang menggantung itu. Saya benar benar benci kenapa freud selalu benar dalam hal ini.

Dan bukan hanya terjadi pada satu kasus ini. Pada saya juga pernah. Pada banyak sekali wanita diseluruh pelosok belahan bumi jagad raya bimasakti ini.

Saya sangad susah mengkonklusikan pemikiran saya. Saya masih dibawa woro-wiri sama pemikiran tadi. Memang pada AKHIRNYA seperti dalam film film kartun dimana si tokoh utama tiba tiba kemunculan bohlam lampu menyala diatas kepalanya dan menerima gagasan yang benar benar insight luar biasa dalam pemecahan masalah. Meamng pada akhirnya siwanitu luar biasa tadi disadarkan. Walaupun dengan usaha keras teman-teman saya yang lain untuk meyakinkan bahwa she’s beter of without him. Dan lelaki baru tadi jauh lebig baik dari penggantung kurang ajar yang terus menerus menyakiti hatinya. Memang pada akhirnya Dollar & Miller berjaya. Bahwa proses pembelajaran terjadi. Walaupun CUE yang seharusnya terlihat terpapar dengan jelas tidak pernah direspon semestinya. Saya kembalai berfikir. Apakah yang salah adalah CUE? Isyarat? Apakah isyarat itu tak pernah datang? Pada pengalaman pengalaman pribadi saya, cue selalu terselubung dlam ucap manis si penggantung. Seperti “ iya, aku sayang kamu, TAPI kamu TUNGGU ya sampai aku SIAP”. Saya tau saat saat seperti ini semestinya saya tersadar dengan kata TAPI TUNGGU SAMPAI SIAP.malahan yang terjadi saya lebih mengindahkan kata AKU SAYANG KAMU. Jadi yang disalahkan siapa? Para wanita yang terhipnotis ucap manis penggombal penggantung? Atau kemampuan pembahasaan kebohongan si penggantung yang menakjubkan? Subjektif memang jika saya mengatakan “ lelaki lelaki, dasar jahat. Kalian sebenernya udah tau saya akan terbodohi, ko’ tega sih tetep aja membodohi” tapi bagi lelaki, mereka pasti mencoba membela diri dengan berkata “ lha ko’ mau dibodohi?” pembelaan-pembelaan. Memang enak didengar dan kadang sulit dilawan. Tapi bukankah pembelaan itu juga defends mechanism? Bukankah perilaku menggunakan defends mechanism adalah salah satu aspek ketidaknormalan kepribadian. Ketidaknormalah disini artinya ketidakmampuan seseorang untuk menyelesaikan masalahnya. Yang kemudia berarti gangguan kepribadian. Psikopatologis, kata markam. Berarti lelaki itu perlu datang ke psikolog

Pada akhir curhatan, teman saya pun memberikan lampu hijau untuk lelaki bonafide yang menjatuhkan hatinya kepadanya. Semua berakhri dengan happy ending yang menyenangkan. Jadi, apa ruginya? Belajar? Paling tidak cukup menyenangkan untuk menyadari bahwa lelaki penggantung itu bermasalah secara kepribadian dan perlu menemui terapis untuk mempernbaiki keabnormalan perilakunya. hahaha

Tidak ada komentar: